Beragam tradisi menyambut datangnya Tahun Baru Islam diperingati di berbagai daerah di Indonesia. Tak hanya beragam, berbagai tradisi kegiatan menyambut Tahun Baru Islam di Indonesia ini memiliki keunikan masing-masing dan makna yang mendalam.
Tahun Baru Islam adalah salah satu hari penting keagamaan yang dirayakan umat Muslim di dunia, termasuk di Indonesia. Berikut ini 4 kegiatan masyarakat yang menjadi tradisi unik menyambut Tahun Baru Islam dari berbagai wilayah di Indonesia :
Malam Satu Suro adalah hari pertama di kalender Jawa di bulan Suro. Dalam hal ini malam 1 Suro 2023 jatuh pada malam sehari sebelumnya, yakni bertepatan pada hari Selasa (18/7/2023) malam. Adapun kegiatan pawai obor dimulai dan dilaksanakan setelah isya’, karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam, bukan pada tengah malam.Sejumlah wilayah di Indonesia, pawai obor kerap dilakukan dalam rangka memeriahkan kegiatan menyambut Tahun Baru Islam. Masyarakat dari berbagai kalangan akan kompak mengenakan pakaian muslim sambil berpawai memegang obor. Kegiatan pawai obor sendiri dilakukan dengan keliling desa atau kampung untuk merayakan Tahun Baru Hijriyah. Biasanya masyarakat akan melakukan pawai obor sambil melantunkan sholawat dan pujian kepada Rasulullah SAW.
Masyarakat Jawa Barat dan beberapa daerah di Jawa Tengah menyambut Tahun Baru Islam dengan Upacara Bubur Suro. Upacara ini dilakukan untuk menyambut datangnya tahun baru Islam.
Selama berabad-abad, perayaan Tahun Baru Islam yang jatuh pada 1 Muharam dalam kalender Hijriah disertai dengan berbagai tradisi. Salah satunya adalah menyantap Bubur Suro yang merupakan makanan yang wajib hadir dalam jamuan perayaan pergantian tahun ini.
Melansir Indonesia.go.id, bubur Suro awalnya diperkenalkan sebagai makanan yang bertujuan untuk memperingati hari pertama dalam kalender Jawa yang menggunakan bulan Suro. Kalender Jawa sendiri diterbitkan pada masa pemerintahan Sultan Agung dengan acuan pada kalender Hijriah.
Versi sejarah lain menyebutkan bubur Suro digunakan untuk memperingati masa-masa Nabi Nuh selamat dari banjir besar yang melanda dunia yang berlangsung selama kurang lebih 40 hari. Kini, bubur Suro memiliki makna sebagai bagian dari ritual atau tradisi tahunan yang sudah diselenggarakan secara turun temurun.
Biasanya, masyarakat secara bergotong royong menyiapkan bubur merah dan bubur putih. Dua bubur ini disajikan secara terpisah lalu dibawa ke masjid. Nantinya bubur akan disantap bersama-sama. Makna dari acara ini adalah untuk mempererat tali silaturahmi.
Kegiatan menyambut Tahun Baru Islam selanjutnya ada tradisi Kirab Kebo Bule. Sebagian besar orang Jawa menyebut Tahun Baru Islam pada 1 Muharram dengan 1 Suro. Di sejumlah daerah di Jawa digelar tradisi Malam 1 Suro, termasuk di Solo. Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menggelar kirab pusaka. Acara ini dilakukan untuk memperingati tahun baru Islam yang jatuh pada 1 Muharram. Kirab malam 1 Sura, bertujuan untuk meminta keselamatan dan sebagai sarana introspeksi agar menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya. Acara ini identik dengan penggunaan kebo bule sebagai sarana kirab. Kebo bule yang digunakan harus berasal dari keturunan kebo bule Kiai Slamet.
Kebo bule Kiai Slamet bukanlah hewan sembarangan. Pasalnya, hewan ini adalah hewan kesayangan Paku Buwono II, sejak beliau masih berkuasa di Keraton Kartasura. Hewan tersebut merupakan hadiah dari Kiai Hasan Beshari Tegalsari Ponorogo kepada Paku Buwono II. Mulanya, digunakan sebagai pengawal pusaka / cucuk lampah bernama Kiai Slamet, saat beliau pulang dari Pondok Tegalsari ketika terjadi pemberontakan pecinan yang membakar Istana Kartasura.
Dari situlah, kebanyakan masyarakat menyebutnya kebo bule Kiai Slamet. Disebut kebo bule karena warna kulit hewan tersebut warnanya putih agak kemerah-merahan. Hal ini mirip dengan warna kulit orang bule. Tidak seperti warna kulit kebo pada umumnya, mayoritas berwarna abu-abu gelap.
Kebo Kiai Slamet pun berkembangbiak dan menghasilkan banyak keturunan. Sekarang, keberadaan mereka dijaga dan dirawat dengan baik dalam kandang yang diletakkan di Alun-alun Kidul.
Hingga kini, saat keraton mengadakan kirab pada malam 1 Sura, kebo-kebo bule tersebut masih digunakan sebagai cucuk lampah. Ritual berlangsung tengah malam dan tepat pukul 00.00 WIB, kebo Kiai Slamet akan dikeluarkan dari kandangnya. Tetapi, ini juga melihat kondisi dari kebo Kyai Slamet. Karena, terkadang kebo baru keluar dari kandang selepas pukul 01.00 WIB. Dalam acara ini, sangat tergantung pada kebo Kiai Slamet. Karena, kirab pusaka belum bisa dilakukan jika kebo belum keluar dari kandangnya.
Kemudian ada juga tradisi Tapa Bisu untuk masyarakat di daerah Yogyakarta. Tradisi ini dilakukan dengan cara mengelilingi area sekitar Keraton Yogyakarta tanpa berbicara sepatah katapun. Tradisi ini juga disebut dengan ‘tapa bisu lampah mubeng benteng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat’. Secara umum, tradisi ini dilakukan untuk menyambut malam satu Suro.
Mengutip dari pariwisata.jogjakota.go.id, tradisi ini biasanya diikuti oleh ratusan orang. Tradisi yang cukup sakral ini bahkan sudah dilaksanakan secara turun-temurun sejak zaman Sri Sultan Hamengku Buwono II. Ritual ini dilaksanakan sebagai bentuk introspeksi dan pendekatan diri kepada Tuhan. Dengan demikian, ritual ini berhubungan dengan permintaan perlindungan dan keselamatan dari Tuhan.
Rangkaian ritual tapa bisu diawali dengan pelantunan tembang macapat. Tembang tersebut dilantunkan oleh para abdi dalem. Bukan sekadar menyanyi, dalam tiap kidung lirik tembang yang dinyanyikan tersebut juga terselip doa-doa serta harapan. Rangkaian ini dilaksanakan di Keben Keraton Yogyakarta. Selama mengelilingi benteng, para peserta tirakat dilarang berbicara, minum, ataupun merokok. Hal tersebut merupakan bentuk perenungan dan introspeksi diri. Dari keheningan yang tercipta itulah para peserta akan mengevaluasi diri sekaligus muncul keprihatinan terhadap segala perbuatan selama setahun terakhir. Ritual ini bahkan tak hanya diikuti oleh warga Yogyakarta, melainkan juga turis asing. Meski ritual atau tradisi biasanya cenderung identik dengan orang tua, tetapi banyak juga peserta dari kalangan muda yang mengukuti ritual Topo Bisu.
Selain ragam kegiatan diatas, masyarakat biasanya juga mengadakan berbagai kegiatan lain seperti tabliq akbar, lomba keagamaan, syukuran dan lain sebagainya. Dengan diadakannya kegiatan ini masyarakat diharapkan semakin mencintai tradisi serta budaya Islam. (DB)
Kendaraan listrik merupakan transportasi masa depan yang harus menjadi pilihan agar udara kota tetap bersih dan ramah lingkungan. Hal ini membuat banyak perusahaan otomotif berlomba untuk membuat kendaraan listrik. Selain memicu brand otomotif untuk menghadirkan motor listrik baru, para siswa SMK pun berlomba-lomba untuk membuat…
Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) adalah sebuah organisasi resmi satu-satunya di sekolah yang diakui oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia sejak 21 Maret 1970. Organisasi ini memiliki peran sebagai penggerak siswa untuk aktif berkontribusi di sekolah. Selain itu, juga untuk membina dan…
Literasi memang tidak bisa dilepaskan dari bahasa. Seseorang dikatakan memiliki kemampuan literasi apabila ia telah memperoleh kemampuan dasar berbahasa, yaitu membaca dan menulis. Jadi, makna dasar literasi sebagai kemampuan baca tulis merupakan pintu utama bagi pengembangan makna literasi secara lebih luas. Budaya literasi tentunya sangat…
Pendidikan dipandang sebagai hal yang paling pokok dalam hidup ini yang sekaligus keberhasilannya menjadi kunci dasar dalam membuka pintu kebijakan manusia. Salah satunya adalah pendidikan Vokasi atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Kemajuan pendidikan Vokasi diharapkan dapat memberikan input yang bagus untuk kemajuan Indonesia. Seperti dibentuknya…
One thought on “Beragam Keunikan Tradisi dalam Peringatan Tahun Baru Islam”