Diferensiasi Pembelajaran Kurikulum Merdeka Kriya Kulit SMK N 1 Kalasan

Kriya Kulit menjadi salah satu kompetensi keahlian yang ditawarkan SMK N 1 Kalasan. Mas Siti Djulaeha, S.Pd, selaku tenaga didik Kriya Kulit yang telah mengajar sejak tahun 1995 menyebutkan bahwa karakter menjadi salah satu hal penting yang juga turut diajarkan di skeolah.

“Karakter itu lebih berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan siswa, baik setelah tamat maupun masih jadi siswa. Kompetensinya bagus, tapi kalau karakter kurang bagus di dunia kerja juga tidak terlalu terpilih,” papar guru yang kerap disapa Ula tersebut saat dikunjungi ristanmedia.co.id (11/01/23).

Menurut pemaparan Ula, sekolah selalu mengikuti perkembangan kurikulum pendidikan dan model pembelajaran mulai  kurikulum 2013 dengan model Teaching Factory hingga kurikulum terbaru, Kurikulum Merdeka.

“Yang perlu kita garisbawahi mengenai Kurikulum Merdeka ini adalah pembelajaran diferensiasi, yang mana berfokus pada siswa.”

Ula menyebutkan dalam kurikulum baru ini tidak lagi berpusat pada apa yang dimau guru, melainkan pada apa yang dibutuhkan siswa.

“Siswa itu kan beragam, mulai dari gaya belajar, minat belajar, profil, dan tugas kita sebagai guru adalah memahami keberagaman itu, agar kita bisa menyesuaikan pembelajaran seperti apa yang akan kita sampaikan ke siswa,” ungkapnya.

Untuk mengetahui karakteristik keragamam siswa  bisa mengukurnya dengan melakukan assessment diagnostic non kognitif yang dilakukan diawal pembelajaran.

Ula kemudian menjelaskan pembelajaran diferensiasi khususnya di Kriya Kulit  menerapkan tiga diferensiasi. Ada diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk.

“Diferensiasi konten berarti bagaimana saya membuat berbagai media pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa, baik yang visual, audio, hingga kinestetik. Diferensiasi proses berarti pemetaan siswa mana saja yang masih butuh pendampingan khusus dan tidak. Terakhir, diferensiasi produk yang berarti kita membebaskan anak membuat produk sesuai kemampuannya, sehingga standar penilaian produk juga dibuat berbeda” papar Ula.

Ula juga membagikan pandangannya terkait kemampuan siswa yang tidak pasti sama.

“Saya punya prinsip setiap anak itu istimewa dengan karakternya masing-masing. Ngga bisa disamakan. Tinggal bagaimana kita sebagai guru menemukan apa istimewanya anak itu.” (nai)